Museum Batik, salah satu ikon Kota Pekalongan |
Ada saja alasan orang untuk melakukan sebuah perjalanan
tanpa terencana. Salah satunya mungkin seperti yang saya lakukan, memutuskan
untuk pergi ke suatu kota karena kesal pada suatu hal.
Selasa, 31 Desember 2019. Saya baru saja selesai makan siang
saat menerima pesan dari seseorang. Pesan tersebut membuat saya kesal. Seketika
mood saya berubah menjadi jelek.
Dalam kondisi seperti itu, satu yang saya pikirkan. Malam
ini saya tidak boleh berada di Jakarta.
Awalnya saya sempat membayangkan akan menghabiskan malam
tahun baru dengan bersantai menonton film-film bagus di televisi. Tidur larut
malam, dan besoknya bangun saat sudah siang.
Saya memang bukan tipe orang yang senang menghabiskan malam tahun
baru dengan hingar-bingar. Saya lebih menyukai suasana yang tenang dan hangat.
Berkumpul bersama keluarga misalnya.
Namun ternyata kenyataan berkata lain, saya harus melarikan
diri dari ibu kota untuk setidaknya menenangkan pikiran dan hati saya.
Kota Bogor sempat ada dalam benak saya untuk tujuan
melarikan diri. Dekat Jakarta dan bisa dijangkau dengan kereta komuter. Masalah
berikutnya adalah penginapan. Maka saya mencari penginapan di Bogor melalui
situs online travel agent langganan saya.
Saat mencari itulah tiba-tiba saya tertarik untuk melihat
juga tiket kereta jarak jauh yang mungkin masih tersedia. Beruntung! Ternyata
ada. Saya masih mendapatkan tiket dengan harga yang terjangkau.
Alih-alih ke Bogor, malam itu saya akan melakukan perjalanan
tanpa rencana ke sebuah kota di Jawa Tengah, yaitu Pekalongan.
Setelah tiket pergi pulang aman, saya langsung membalas
pesan yang tadi membuat saya kesal.
`Saya tidak di Jakarta
malam ini`
Send.
KA Tawang Jaya yang saya tumpangi berangkat pukul 23.25 WIB
dari Stasiun Pasar Senen. Jakarta hujan deras kala itu. Ini pertama kalinya
saya melewatkan malam tahun baru di kereta api bersama orang-orang yang tidak
saya kenal.
Di sebagian besar perjalanan, hanya gelap yang saya lihat
dari jendela kereta. Sesekali tampak letusan warna warni kembang api yang kali
ini tanpa suara. Sunyi, sungguh tenang.
Rabu, 1 Januari 2020. Pukul 05.20 WIB saya tiba di Stasiun
Pekalongan. Bingung, tidak tahu mau ke mana. Namun yang pasti saya lapar, jadi
sarapan adalah hal pertama yang akan saya lakukan di Pekalongan.
Stasiun Pekalongan merupakan salah satu stasiun yang cukup
tua, dioperasionalkan untuk umum sejak 1 Febuari 1899. Menurut informasi yang
saya baca di situs cintapekalongan.com, awalnya perusahaan trem partikelir
Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) membangun stasiun Pekalongan
dengan bentuk cukup sederhana. Desain awalnya, sekitar tahun 1899-1919, lebih
mengutamakan fungsi bangunan dibanding estetika.
Stasiun Pekalongan, Jawa Tengah |
Stasiun Pekalongan, Jawa Tengah |
Stasiun Pekalongan, Jawa Tengah |
Stasiun Pekalongan, Jawa Tengah |
Jika berkunjung ke suatu kota, yang saya cari biasanya
adalah museum atau kawasan bangunan-bangunan tua. Demikian pula saat berada di
Pekalongan, saya mencari museum atau kawasan bangunan tua yang ada di kota ini.
Ada satu museum yang cukup hebat di Kota Pekalongan, yaitu
Museum Batik. Museum ini sempat menjadi perhatian nasional karena diresmikan
langsung oleh Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono pada
12 Juli 2006.
Namun sayang, museumnya tutup saat saya datang ke sana.
Mungkin karena libur tahun baru. Ini pertanda kalau saya harus kembali ke
Pekalongan suatu hari nanti.
Museum Batik Pekalongan |
Saya ingin mengefektifkan waktu yang saya punya di
Pekalongan. Karena saya hanya punya waktu sekitar 12 jam di kota ini. Sore
nanti saya sudah harus kembali berada di Stasiun Pekalongan untuk kembali ke Jakarta.
Untuk itulah saya mencoba mencari panduan tempat-tempat
menarik yang bisa saya kunjungi di pekalongan. Terutama tempat yang mengandung
kisah bersejarah.
Maka saya memasukkan kata kunci `wisata sejarah kota
Pekalongan` di Google dan mendapatkan beberapa referensi tempat yang bisa dikunjungi.
Selain itu, saya juga mendapatkan informasi dari teman saya mas Reyhan Biadilla yang punya banyak pengalaman tentang tempat-tempat bersejarah di
kota-kota kecil di daerah Jawa Tengah hingga Jogjakarta dan Jawa Timur.
Jembatan Loji
Tidak jauh dari Museum Batik, ada jembatan yang terkenal
dikalangan masyarakat Pekalongan. Mereka menyebutnya Jembatan Loji atau Brug
Lodge yang dalam bahasa lokal disebut Brug Loji.
Jika melihat dari padatnya lalu lalang orang di jembatan
ini, sepertinya Jembatan Loji memang cukup vital keberadaannya bagi masyarakat
kota Pekalongan.
Masih bersumber dari cintapekalongan.com, diceritakan bahwa
Jembatan Loji ini membentang di atas sungai Kupang dan dibangun pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Fungsinya adalah untuk menghubungkan
antara pelabuhan dan pusat kota.
Benteng Pekalongan
(Fort Peccalongan)/Rumah Tahanan Loji
Di dekat Jembatan Loji, adan bangunan yang dulunya adalah
sebuah benteng. Bangunan bentengnya sudah tidak terlihat, sisa bangunannya
sudah sangat sedikit. Berganti wajah menjadi rumah tahanan sejak tahun 1950.
Sisa Benteng Pekalongan yang kini difungsikan sebagai rumah tahanan |
Konon Benteng Pekalongan yang dibangun pada tahun 1754 ini
merupakan tonggak awal mulainya penjajahan VOC di Pekalongan.
Pabrik Limun Oriental
Limun Oriental adalah minuman bersoda asli Pekalongan. Letak
pabrik ini tepat di belakang benteng. Berawal dari keluarga Nyo Giok Lin yang
menjual limun dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah.
Pabrik Limun Oriental |
Banyaknya peminat terhadap Limun ini, membuat Nyo Giok Lin
memutuskan untuk mendirikan pabrik di kampung Bugisan (letak pabrik saat ini).
Hingga saat ini, pabrik Limun Oriental sudah dipegang oleh generasi ketiga.
Tugu Mylpaal/Tugu 0
Kilometer Pekalongan
`Myl` atau `Milj` berarti satuan panjang 1 mil, sedangkan
`paal` berarti tiang, dengan kata lain Mylpaal diartikan sebagai titik nol
kilometer dari Kota Pekalongan.
Tugu 0 Kilometer Pekalongan |
Tugu 0 Kilometer Pekalongan |
Tugu 0 Kilometer Pekalongan |
Dulunya tugu ini adalah penanda titik tengahnya jalan POS
Deandels, yaitu jalur pantura Anyer-Panarukan sepanjang 1.100 kilometer yang
digagas oleh Herman Willem Deandels.
Kantor Pos Pekalongan
Bangunan Kantor Pos Pekalongan menurut saya adalah salah
satu bangunan peninggalan kolonial yang masih terjaga. Perusahaan pos tentu
saja menjadi perusahaan yang cukup penting di zaman itu untuk memastikan
lancarnya komunikasi dari satu daerah ke daerah lain.
Kantor Pos Pekalongan |
Kantor Pos Pekalongan |
Kantor Pos Pekalongan |
Gedung Bakorwil
Gedung ini dulunya adalah rumah dinas yang dihuni oleh
Residen Pekalongan. Dibangun sekitar tahun 1850. Residen George Johan Peter van del Poel adalah orang pertama yang menempati
rumah dinas ini.
Gedung Bakorwil |
Gedung Bakorwil |
Kawasan Bangunan Tua
Saya keliling kota Pekalongan dengan berjalan kaki.
Menyesatkan raga dan pikiran ke sudut-sudut kota ini. Cara ini membuat saya
menemukan apa yang saya cari.
Saya lupa kawasan mana saja yang saya datangi, yang saya
ingat adalah nama jalannya adalah nama buah-buahan. Di kawasan ini sarat akan
bangunan-bangunan tua. Sebagian besar bergaya oriental.
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Bangunan-bangunan tua di Pekalongan |
Sekitar pukul 17.00 saya sudah berada kembali di Stasiun
Pekalongan. Menunggu KA Matarmaja Nataru yang akan tiba di Stasiun Pekalongan
pada pukul 17.43. Kereta ini lah yang akan saya tumpangi untuk kembali ke
Jakarta.
12 Jam yang melelahkan. Namun pelarian ini cukup membuat
hati saya senang.
Saya menikmati setiap menit yang berlalu di kota ini. Walau
kemudian saya menjadi was-was. Karena mendapat kabar bahwa Jakarta kebanjiran.
Terima kasih telah membaca. Semoga berbahagia.
Pekalongan, 1 Januari 2020
Wah sama nih, kalo berkunjung ke suatu daerah yang pertama kali saya cari adalah museum dan daerah2 yang memiliki nilai historis di tempat itu :)
BalasHapusTos. Samaan kita :)
HapusBangunan-bangunan tua ini ngingetin saya sama daerah apa yaa... Suasana zaman dulu bener-bener kentara, deh.
BalasHapusAnyway, ngelihat foto stasiun, jadi kangen naik kereta api deh. :"
Wow, bisa dapat eksplor banyak ya, Mas Adi. Saya dulu cuma berburu Batik aja, pas sama keluarga sih ahahaha
BalasHapus